Selasa, 23 September 2008

Memaknai Kalimat Takbir

Karena itu, tatkala kita mendengar kumandang adzan, seharusnya semua urusan duniawi jadi kecil. Bisnis, rapat, pekerjaan, atau uang semuanya jadi kecil. Allah-lah Yang Mahabesar, hingga kita bersegera menuju panggilan tersebut.
Saudaraku, tidak mungkin kita bisa memperbaiki orang lain, kalau kita tidak bisa memperbaiki diri. Tidak mungkin kita bisa memperbaiki diri, kalau kita tidak berani jujur terhadap diri sendiri.
Allah adalah Al Kabir, Dzat Yang Mahabesar. Jagat raya yang demikian luas sepenuhnya ada dalam genggaman Allah. Termasuk di dalamnya galaksi, matahari, planet, bumi, dan manusia benar-benar ada dalam genggaman Allah SWT. Semua itu, tidak ada harganya dalam pandangan Allah. We are nothing, termasuk harta, pangkat, kepandaian dan ketenaran. Kalau dunia ini seharga sayap nyamuk saja, niscaya Allah tidak akan memberikan kekayaan kepada orang-orang kafir. Manusia hanya mengaku-ngaku saja. Dunia sekadar tempat singgah yang fana. Itulah sedikit makna Allahu Akbar; Allah Yang Mahabesar.

Karena itu, tatkala kita mendengar kumandang adzan, seharusnya semua urusan duniawi jadi kecil. Bisnis, rapat, pekerjaan, atau uang semuanya jadi kecil. Allah-lah Yang Mahabesar, hingga kita bersegera menuju panggilan tersebut. Begitu pun saat berperang. Seruan Allahu Akbar seharusnya menjadikan musuh-musuh kita jadi kecil. Dengan memaknai Allahu Akbar tidak akan terlintas dalam diri untuk mundur dari pertempuran. Musuh adalah bonus yang diberikan Allah kepada kita. Musuh adalah ladang amal. Orang yang mengenal Allah akan menjadikan kalimat laa khaufun ′alaihim walaahum yahzanun (tidak ada yang ditakuti kecuali Allah), sebagai prinsip hidup.
Menganggap dunia kecil, bukan berarti kita meremehkan. Tujuannya, kita dapat mengantisipasi agar tidak menjadi penjilat. Salah satu ciri pribadi bermutu adalah pribadi yang tidak menjilat kepada manusia. Boleh kita bergaul rapat dengan manusia, tapi hati kita jangan pernah berharap dari mereka. Harapan kita hanya kepada Allah semata. Boleh jadi kita tidak punya harta, rumah, atau jabatan yang berharga, tapi kita harus tetap punya diri yang berharga.
Bila kita mengenal Allah Dzat Yang Mahabesar, maka tidak ada tempat bagi kita untuk merasa besar. Konsekuensinya seperti pipa U. Semakin kita mengangkat diri, maka akan semakin jatuh pula kita dibuatnya. Sebaliknya, semakin kita menekan diri ke bawah (rendah hati), akan naik pula harga diri kita. Allah SWT sudah mendesain hati kita untuk tidak menyukai kesombongan dan menyukai orang rendah hati. Pertanyaannya, kita termasuk orang yang mana?
Sebuah pohon akan berdiri kokoh jika akarnya menghujam ke bumi. Demikian pula manusia, pribadi yang kokoh adalah pribadi yang pribadinya menghujam ke bumi rendah hati. Walau dicaci maki, difitnah, dibenci mentalnya tidak goyah. Sebaliknya, pribadi rapuh adalah pribadi yang sombong dan terlalu berharap dari orang lain. Kebahagiaan sejati tidak dari mendapatkan. Kebahagiaan sejati hanya akan datang ketika kita bisa bermanfaat bagi orang lain.
Ingin dihormati adalah standar dari manusia. Namun kita harus mampu membelokkannya. Bagi kita cukuplah pujian dan penilaian dari Allah semata. Semakin tidak condong kepada dunia, semakin bahagia pula hidup kita. Seorang alim pernah berpesan. “Jika engkau ingin menikmati hidup dan dicukupi kebutuhannya. Satu saja syaratnya, jangan pernah berharap kepada makhluk”. Karena itu, sesulit apapun situasi yang dihadapi, berusahalah untuk menjaga kehormatan diri. Kalau kita sudah menengadahkan tangan kepada manusia, pasti jatuh harga diri kita.
Saudaraku, inilah kekuatan iman. Kita harus menjalani setiap langkah dengan penuh perhitungan, penuh perencanaan, dan penuh kemuliaan. Jika sanggup melakukan hal ini, kita tidak perlu takut mati kapan pun. Takutlah jika hidup tergadai kemuliaannya. Kita harus berani tampil apa adanya. Bolehkah kita memiliki topeng yang bagus? Boleh, tapi pastikan diri kita jauh lebih bagus daripada topengnya. Tatkala topeng diambil, maka orang akan terkesan pada kita. Ketika mendapat sesuatu, pastikan harga diri kita lebih bernilai dari barang yang kita dapatkan. Ketika kita mendapatkan uang, pastikan kemuliaan kita jauh lebih tinggi dari uang tersebut.
Keyakinan kepada Allah harus kita buktikan dengan selalu menjaga kehormatan. Moto kita adalah melakukan yang terbaik bagi dunia dan bermanfaat bagi akhirat. Sekecil apapun kebaikan pasti akan kembali kepada pembuatnya. Tidak ada alasan bagi kita untuk hidup sebagai seorang pengecut.
Inilah marifatullah, mengenal Allah. Marifatullah bukan tempat menyembunyikan kemalasan diri. Jangan menyembunyikan kelemahan dan kemalasan diri di balik kata sabar, tawakal, ridha, dan lainnya. Keimanan pada Allah harus diwujudkan dalam bentuk produktivitas dan karya nyata. Tujuan hidup kita adalah mati di jalan Allah dalam keadaan terhormat.

Tidak ada komentar: